Judge-ing, itulah fenomena yang sedang ngetrend di internet sekarang. Entah kenapa di zaman internet yang serba terkoneksi ini mudah sekali untuk menghakimi orang berdasarkan sebuah fakta yang terlihat tanpa memperdulikan fakta dibelakangnya. Memang sebuah fakta itu menyatakan kebenaran dan memang mudah sekali untuk mengambil kesimpulan singkat dari apa yang baru saja kita pahami. Hanya dengan pengetahuan seadanya yang kita miliki, paparan fakta baru memang sangat mengundang pengambilan kesimpulan. Bukankah itu hal yang menarik, dan kalau hal itu benar ada kepuasan tersendiri, kita bagai diangkat sedikit derajat nya karena hal itu, kan apa yang kita katakan terbukti benar.
Tapi ada kenyataan lain bahwa orang yang ada dibalik fakta itu adalah manusia dan manusia itu memiliki perasaan, ego, logika dan banyak rahasia. Selalu ada banyak fakta lain dibalik fakta yang ada. Proses pengambilan kesimpulan memang benar dilakukan jika bersangkutan dengan percobaan dan ilmu pengetahuan tapi manusia bukan sekumpulan aturan pasti yang masih belum kita mengerti. Manusia itu dinamis, berubah-ubah. Tuhan berkata kita harus mengasihi sesama manusia, proses mengasihi butuh pengertian dalam waktu lama sepanjang hidup sampai kita mati.
Dan ada perintah lain, sebaris kalimat yang bertuliskan "Jangan menghakimi". Apa yang terjadi kalau kita menghakimi sendiri. Ada banyak cabang sekenario dikepala saya tapi yang teratas adalah kita membunuh hati mereka. Manusia itu dinamis, ada banyak cabang masa depan termasuk ke arah yang baik. Kita men-judge seseorang apalagi tentang hal yang buruk, memberi label besar diatas kepala mereka, lubang luka emosi besar di hati mereka. Secepat apa manusia bisa move-on dari hal itu ?. Luka perasaan kecil personala saja butuh berbulan2 untuk bisa move on, apalagi label besar di social media.
Membunuh hati sama seperti menjatuhkan hukuman mati untuk masa depan. Hal ini terdengar sederhana dan kurang bermakna dibanding handphone mahal, TV besar, rumah & mobil mewah, internet cepat, figure cantik, speaker bagus, berkata2 kotor, mengumpat, penghakiman, pelampiasan amarah dan dengki. Benda2 mahal dan melampiaskan perasaan buruk memberi memberi kepuasan sesaat. Tapi masa depan yang baik bisa dinikmati bertahun2. One years of good future. Ada banyak manusia mau menukar uang untuk itu. Dan yang saya heran, 2 kalimat sebelum ini hanya terdengar bagai angan2 bagi saya, tidak ada artinya. Sementara saya sendiri benar2 mengerti arti barang2 mahal dan pelampiasan emosi.
Hal yang baik dan buruk memang selalu menjadi keputusan, tapi manusia entah kenapa tidak dapat melihatnya. Entah kenapa kita tidak dapat melihat enaknya menjadi orang tidak menghakimi, enaknya menjadi orang yang bertanya dahulu sebelum berkesimpulan, enaknya hidup damai, enaknya belajar dan menikmati pengetahuan, enaknya jadi orang jujur, enaknya kesetiaan, enaknya menghormati orang tua, enaknya tidak menginginkan barang sesama manusia, enaknya tidak mencuri dan memperjuangkan barang yang kita mau. Tetapi kita lebih terpapar pada barang2 mewah, pakaian, makanan, kecantikan, seks, selalu menuruti nafsu, candu hubungan manusia, candu porno, candu pamer, candu iri.
Kadangkala hal yang damai disalahartikan dengan "boring" dan "dull". Tidak "cool". Saking jarangnya kita memperjuangkan hal yang damai dan baik sampai2 kita lebih mengerti perasaan mengejar nafsu dan barang. Tapi memang kenyataanya hal itu ada disekitar kita, dan hal yang baik juga ada disekitar kita. Kita lebih tahu kalau penghakiman sementara akan membuat terlihat keren dan memberi kepuasan, berbohong akan membuat terhindar dari masalah, mencuri akan memberi barang2 mahal, kesombongan akan meninggikan kita. Mungkin kita sudah gila sampai logika kita menghitung hal baik muncul dari pohon yang buruk. Tapi sebaliknya apa yang akan diberi pohon yang baik seperti kesabaran ? kerendahan hati ? kejujuran ? kesetiaan ? menghormati orang tua ? tidak menuruti nafsu ? mengasihi manusia ?. 1 Tahun saja, 1% dari 100 tahun kita lakukan hal yang baik.
Mungkin kita harus lebih mengerti sesama manusia lebih lagi. Mengetahui cara mengasihi manusia. Belajar dari buah perbuatan kita. Dan kalau semua berakhir buruk ? apakah hal yang buruk bisa berbuah dari pohon yang baik ? Tuhan memberi rencana buruk bagi manusia ciptaan kesayangannya ? Cobalah pikir lagi, apakah malah kita yang menyakiti hatinya ? Tangan Tuhan kah yang menghajar kita seperti ayah menghajar anaknya atau Tuhan sudah pasrah dan menyerahkan kita ke penyiksa2-Nya ? Sudahkah kita minta ampun pada manusia dan Tuhan sendiri ? dan bertanya pada mereka seperti apakah hal yang baik dilakukan ?